PENGGEMBOKAN ruangan dan pencabutan baliho pertunjukan Teater Payung Hitam berjudul ‘Wawancara dengan Mulyono’ di ISBI Bandung memancing reaksi protes pelaku teater di Indonesia.
Pertunjukan teater yang harusnya berlangsung pada Sabtu 15 Februari lalu batal digelar. Ruangan digembok, dan balihonya pun dicopot. Pertunjukan mengusung judul ‘Wawancara dengan Mulyono’ tadinya menjadi perayaan 43 tahun berkreatif, namun ruangan digembok dan baliho dicopot oleh pihak kampus.
Sahlan Mujtaba dari Perkumpulan Teater Nasional Indonesia (PENASTRI) mempertanyakan kenapa sebelum penggembokan tidak ada surat larangan.
Seandainya ada surat edaran melarang pertunjukan, pihaknya bersedia tidak mementaskannya.
Sementara itu pihak Kampus ISBI memberikan statement melarang segala bentuk kegiatan yang berbau sara dan politik praktis di lingkungan kampus. Pertunjukan Teater Payung Hitam dianggap bersinggungan dengan hal tersebut. Tak ayal ini memicu pro kontra di kalangan pelaku Teater di Indonesia. ISBI sebagai kampus Seni dinilai telah membatasi ruang pertunjukan, dan mencederai kebebasan dalam ruang pertunjukan itu sendiri.
“Saya prihatin dan kecewa atas pelarangan pentas Wawancara dengan Mulyono karya Teater Payung Hitam oleh ISBI Bandung yang seharusnya digelar pada 15 dan 16 Februari 2025 lalu. Kampus negeri bukan hanya milik mahasiswa, dosen, dan pegawainya saja, tetapi juga bagian dari ruang publik yang didanai oleh pajak rakyat yang memiliki tanggung jawab untuk melayani kepentingan publik yang lebih luas, termasuk menjadi ruang yang inklusif, terbuka untuk diskusi, serta mampu menjembatani ilmu pengetahuan, seni, dan budaya dengan dunia di luar akademisi,” ucap Sahlan Mujtaba.
Sebagai bentuk protes, PENASTRI membuat pernyataan sikap atas pelarangan dan pembungkaman ini.
PENASTRI berkomitmen untuk menjunjung tinggi kebebasan berekspresi demi membangun ekosistem teater yang adil, demokratis, dan mendukung ide-ide baru. Dengan ini, kami menyatakan sikap:
- Mengutuk keras segala bentuk pembatasan dan pelarangan terhadap pertunjukan teater yang tidak berdasar dan mengancam kebebasan berekspresi. Seni, termasuk teater, adalah ruang kritik dan refleksi sosial yang dijamin dalam konstitusi dan seharusnya mendapatkan perlindungan, bukan represi.
- Menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat dalam penggembokan lokasi pementasan dan pencopotan baliho acara. Kejadian ini menunjukkan indikasi upaya sistematis untuk membungkam ekspresi seni dan perlu diusut secara tuntas.
- Mendesak ISBI Bandung sebagai institusi pendidikan seni untuk menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan tidak tunduk pada tekanan yang mengancam kebebasan akademik dan artistik. Tindakan pelarangan atau pembatasan tanpa alasan yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya dijaga oleh institusi pendidikan seni dan budaya.
- Mendorong solidaritasdari seluruh komunitas seni, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk menolak segala bentuk represi terhadap seniman. Keberpihakan pada kebebasan berekspresi adalah langkah krusial dalam menjaga iklim demokrasi yang sehat.
5. Menyerukan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menjamin perlindungan terhadap hak berkesenian dan kebebasan berekspresi sesuai dengan manat UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Negara tidak boleh abai terhadap tindakan-tindakan yang membatasi kebebasan berpendapat melalui seni.
Demikian pernyataan PENASTRI yang dibuat pertanggal 16 Februari lalu. Selanjutnya aliansi mahasiswa ISBI pun melakukan aksi di Taman Buaya ISBI sebagai bentuk pembungkaman terhadap kesenian di kampus mereka.
“Pelarangan ini mungkin bukan yang pertama, wacana kampus yang mengatakan pertunjukan berbau politik praktis masih ambigu. Setakut itu kah negara dengan pertunjukan, sehingga tidak bisa dikritik. Semoga tidak ada lagi pembatasan terhadap ruang pertunjukan,” tandas Sahlan Mujtaba.(Rizky)
Diterbitkan tanggal 18 Februari 2025 by admin