MEGAPOLIS.ID, BALI – Industri kelapa sawit Indonesia dihadapkan dengan tantangan krusial yang mengancam nasib petani kecil. Pasalnya, tidak semua petani bisa mengimplementasikan praktik berkelanjutan di perkebunan.
1. Tantangan Baru Industri Sawit
Kepala Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University Damayanti Buchori mengungkapkan, untuk mengikuti prinsip keberlanjutan membutuhkan biaya besar. Misalnya, mengikuti sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
“Tantangan sekarang sebetulnya di smallholder (petani kecil). Kalau perusahaan kan dia bisa menjalankan itu kan dengan all the finance yang dia punya. Tapi kemudian ketika kita bicara smallholder, di situ saya rasanya masih sangat perlu dibantu,” ujarnya, dalam International Conference on Oil Palm and Environment (ICOPE) Series 2025 Day 2 di Bali Beach Convention, Bali, Kamis (13/2/2025).
Menurutnya, petani kecil harus dibantu mendapatkan modal supaya bisa mencapai sertifikasi seperti RSPO itu. Pemerintah mesti memperhatikan ini supaya praktik industri sawit berkelanjutan bisa dilakukan juga oleh petani kecil.
“Itu kan nggak murah ya. Jadi apakah itu bekerjasama dengan NGO misalnya, atau kemudian ada pemerintah yang memang mempunyai program. Kan ada BPD, BKS, segala macam. Jadi bagaimana pemerintah masuk, sebenarnya lebih ke arah pemerintah, peran pemerintah membantu smallholder,” ujarnya.
Apalagi, kata Damayanti, pemerintah meminta produktivitas sawit ditingkatkan. Oleh karena, petani kecil harus banyak dibantu pemerintah.
“Itulah kemudian kenapa BPD, BKS yang sekarang kalau nggak salah berubah nama jadi apa gitu ya. Itu seharusnya juga peran-peran mereka di situ ya. Membagai untuk membantu smallholder. Kan ada arah-arah pemerintah yang ingin nyampaikan, meningkatkan produktivitas dan produksi. Meskipun sekarang di dunia sudah kontribusinya besar,” ujarnya.
2. Ancam Lingkungan
Di tengah semakin meluasnya perkebunan sawit, muncul ancaman serius bagi lingkungan seperti deforestasi, degradasi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Bahkan perluasan perkebunan sawit tidak hanya memengaruhi lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan sosial.
Direktur Asia The Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) Sonya Dewi menyampaikan bawah persoalan ekspansi ini perlu dicarikan solusi. Mengingat banyak wilayah di Indonesia, lanskapnya telah didominasi oleh perkebunan sawit.
“Hal ini memicu perdebatan global tentang dampaknya terhadap perubahan iklim dan hilangnya spesies. Kita harus memikirkan trade-off yang terjadi akibat ekspansi ini,” ujar Sonya.
Namun, ada harapan baru sebagai solusi persoalan itu, yakni melalui program agroforestri.
“Dengan land sharing, kita bisa meminimalkan dampak sosial yang negatif dan mempertimbangkan opsi-opsi lain,” tambahnya.
(Okezone)
Diterbitkan tanggal 13 Februari 2025 by Muhamad Samani