MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Tidak semua tindak pidana harus dibawa ke ranah hukum, apalagi perkara ringan. Itulah yang menjadi dasar Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin mengusulkan dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) tentang Rumah Mediasi.
Usulan dibuatnya Perda tentang Rumah Media ini disampaikan Walikota Banjarmasin pada sidang Paripurna Tingkat I, yang dilaksanakan pada Rabu (23/10/2024). Dimana, adanya keinginan untuk menyiapkan wadah bagi masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan sengketa dengan metode hukum Restorative Justice.
Rapat Paripurna dipimpin Ketua DPRD Banjarmasin, Rikval Fachruri didampingi seluruh unsur pimpinan dewan, dan dihadiri seluruh anggota dewan. Sedangkan pihak eksekutif dihadiri Walikota H Ibnu Sina bersama sejumlah Kepala SKPD di lingkup Pemerintah Kota Banjarmasin.
Sekadar diketahui, Restorative Justice merupakan penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula. Pengertian Restorative Justice atau keadilan restoratif ini termuat dalam Pasal 1 huruf 3 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.
Prinsip utama dari Restorative Justice adalah menggeser fokus dari hukuman dan pembalasan semata kepada penyelesaian masalah dan pemulihan. Dalam sistem tradisional, biasanya pelaku dihukum dengan hukuman penjara atau denda, sementara korban sering kali merasa tidak puas dengan hasilnya dan dampak jangka panjang tetap ada.
Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina dalam paparannya mengatakan, usulan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rumah Mediasi ini sejalan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dalam pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa, Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan.
“Diharapkan dengan diberlakukannya rancangan Perda ini, dapat memberikan kepastian hukum terhadap pengaturan tentang rumah mediasi untuk menciptakan kehidupan aman, tertib dan damai dimasyarakat,” katanya.
“Kami ucapkan terima kasih dan apresiasi atas pemandangan yang telah disampaikan para fraksi sehingga raperda ini bisa kita lanjutkan bersama ke tahap selanjutnya,” tambah Ibnu Sina.
Lanjut Ibnu, saat ini Banjarmasin memang tengah gencar-gencarnya menyerukan soal pentingnya proses penyelesaian suatu masalah di lingkup masyarakat secara Restorative Justice.
Menurutnya, ini menjadi hal yang bagus serta menjadi prioritas sejak era presiden sebelumnya.
“Bagaimana upaya Restorative Justice baik di Kejaksaan maupun Kepolisian sudah banyak dilakukan, dan kami pun berpikir kenapa hal ini tidak diperkuat saja kedudukannya sebagai peraturan daerah, itu inisiatifnya,” jelasnya.
Langkah tersebut, ungkap Ibnu bukan tanpa alasan, ia ingin pamor adat Badamai masyarakat Banjar (suka mendamaikan) itu bisa kembali lestari.
Marwah Banjarmasin yang dulunya dikenal sebagai Kerajaan atau Kesultanan dan mengenal istilah itu mesti dihidupkan kembali. Hal ini seperti tertuang dalam kearifan lokal Banjarmasin: Sejarah Undang-Undang Sultan Adam (UUSA).
“Secara umum di kita ini kalau ada silang sengketa antar masyarakat kan pasti tetuha-tetuha yang mendamaikan, itulah yang dikenal dengan adat Badamai masyarakat Banjar. Ini yang mau kita lembagakan dalam bentuk fasilitasi di kelurahan,” ujarnya.
Ia menekankan, dari hal ini, para Lurah di Banjarmasin nantinya akan memiliki kewenangan bertindak selaku mediator yang bersertifikasi.
“Artinya juru damai atau mediatornya ini (Lurah, red) apabila terjadi sengketa perkara di masyarakat bisa mendamaikan, dan tentu ada payung hukumnya yang mengikat, makanya penting apabila Raperda Rumah Mediasi ini berhasil disetujui,” beber Ibnu.
“Saat ini ada 30 lurah kita yang tengah menjabat sudah mengikuti pelatihan mediator, sebab jika mereka bersertifikat maka otomatis terdaftar di pengadilan negeri,” jelasnya.
Untuk itu, Ibnu berharap Perda Rumah Mediasi ini dapat menjadi jawaban dari penyelesaian perkara yang terjadi di masyarakat.
“Beberapa tahun ini kami sudah melakukan upaya, dan alhamdulillah respons masyarakat sangat bagus, artinya penyelesaiannya jangan lah sampai ke pengadilan, tidak harus sampai lapor ke polisi, ke aparat hukum, kalau bisa jalur damai kenapa tidak,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Banjarmasin Rivkal Fackruri, menyambut baik disampaikannya usulan Raperda Rumah Mediasi ini. Dimana, setiap perkara tidak semestinya berakhir di meja hijau atau pengadilan.
“Tentu kita menyambut baik usulan raperda ini. Semoga memberikan manfaat besar bagi masyarakat, karenanya seluruh fraksi menyetujui rancangan ini dibahas ketahap berikutnya,” ucapnya, usai paripurna.
Menurutnya, kehadiran payung hukum ini sangat penting, untuk memberikan solusi bagi masyarakat yang terjadi perselisihan, agar tidak berlanjut hingga ke Kepolisian dan Pengadilan.
“Artinya perkara yang dapat di tangani melalui Rumah Mediasi ini, diluar perkara pidana berat. Hanya yang masih bisa dilakukan upaya damai, dengan dibantu oleh pihak Kelurahan setempat,” ungkapnya.(advertorial)
Diterbitkan tanggal 23 Oktober 2024 by admin