MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Menjelang hari kedua Festival Teater Komedi Gardu (FTKG) 4, atmosfer persaingan semakin menarik. Dan yang menjadi pusat perhatian pada hari ini ada dua komunitas, yakni Sanggar Titian Berantai (STB) UNISKA dan Dapur Teater Kalsel.
Mengapa menarik? Tentu saja dengan tema yang mereka bawakan. STB tampil menjelang senja dengan pementasan Oh My Dangdut.
Persis seperti judulnya penonton dibawa berjoget sekaligus tertawa terpingkal-pingkal dengan seluruh pemainnya, ya nama nya saja Oh My Dangdut. Namun jangan salah, ini bukan dangdut semata, banyak pesan dan sindiran baik itu dikehidupan sehari–hari. Misalnya apakah dangdut itu akan menarik bila dibawakan oleh seorang biduan yang jago bergoyang saja, padahal dangdut lebih dari itu.
Lantas apa kaitannya dengan gardu? di sebuah gardu pasti ada yang menyanyikan dangdut, karena musik yang sangat dekat dengan masyarakat. Dan terkait pergeseran tentang esensi dangdut itu sendiri, sering juga disampaikan oleh beberapa musisi mengapa terjadi pergesaran makna dangdut yang lebih kearah amoral. Dangdut juga menjadi hajatan penting dipernikahan bahkan saat kontestasi politik.
Ini yang dipertunjukkan oleh STB, ada satu kampung dimana masyarakatnya menggemari musik ini, secara tidak langsung ada simbol visual kelompok masyarakat yang mencintai dangdut yang coba bertahan dengan pandangan remeh orang luar terhadap musik dangdut. Dan kelompok masyarakat ini dimanfaatkan oleh seorang politisi yang coba masuk dan mengeruk suara masyarakat dengan janji profesi mereka terjamin, namun digerus juga idealis mereka dengan menghadirkan seorang biduan yang memikat.
Ini tentunya jadi masalah dalam kompulan mereka dimana dangdut sejatinya adalah seni musik yang tetap bisa dinikmati tanpa adanya unsur-unsur erotis.
“Dalam sebuah kelompok tentu tidak semuanya dapat mengusai, tapi kelompok in bergerak atas dasar kecintaan mereka. Nah, kami mengambil dangdut sebagai contohnya. Sedangkan pada gardunya, fungsi gardu selain sebagai tempat berkumpul, pada medio reformasi ada riset kami dimana era itu masyarakat berkumpul di gardu, tempat mereka berbicara bertukar informasi,” ucap Musripani, sutradara pementasan.
Sedang Asisten Liko Ansori menambahkan dangdut adalah musik yang lekat dengan masyarakat.
“Kritik kami dalam pementasan tentu dangdut bisa dibawakan tanpa ada unsur erotis. Kemudian dengan konflik dan kontestasi politik karena ini tahun politik, kerap dihadirkan musik dangdut sebagai hiburannya. Jadi itu keterkaitan dengan naskah tema dan pementasannya,” jelasnya.
Jika STB bebicara mengenai dangdut gardu dan politik. Dapur Teater tidak kalah menariknya dengan naskah “Bemagin Dikacak Bemagin Lumbus”.
Pentas yang menjadi penutup pada Jumaat malam menghadirkan situasi komedi di sebuah perkampungan dilengkapi sarkas dalam setiap babaknya. Politik kekuasaan dan mekanismenya keterlibatan kaum muda pada kontestasi politik sampai bagaimana untuk meraih simpatik dengan mendekati pemuka agama sampai melemparkan sebuah isu untuk meraup suara.
Kita kerap melihat itu dimedia, namun Dapur menghadirkannya dalam sebuah lingkungan masyarakat. Sebuah sindiran tentang politik dalam balutan komedi.
Saat ditanya apa yang menjadi inspirasi dalam penulisan naskah, sang sutradara Ario Ramadhan menjawab pastinya ini tidak lepas dalam lingkungan kita sehari-hari. “Banyak hal dimana yang muda mulai terjun dalam kontestasi politik, dan saya juga menyampaikan dalam pementasan tentang seorang Ketua RT yang mulai sibuk, biasanya ini terjadi jelang pemilu. Ini juga menjadi tantangan saya karena pada perhelatan FTKG ini saya pertama kalinya menulis sebuah naskah komedi, biasanya yang saya bawakan selalu naskah-naskah yang berbau serius,“ jelasnya.
FTKG di hari kedua ini makin menarik, benang merahnya adalah kedua penampil yang highlight sama-sama membawakan sebuah kritik terhadap isu sosial yang terjadi. Ini menjadi warna dalam FTKG itu sendiri.
Oleh karena itu, jangan lewatkan FTKG 4 yang masih berlangsung besok hingga Senin bertempat di Gedung Balairung Sari Taman Budaya Prov Kalsel. Tiket satu pementasan dijual seharga Rp20 ribu dan 3 pementasan dengan Rp50 ribu. Jangan sampai terlewat dan tentunya dukung terus komunitas favorit kalian. Salam budaya!.(Rizky Fadhlillah)
Editor: Agus Salim
Diterbitkan tanggal 24 Februari 2024 by admin