PANGLIMA Batur Bin Darui, siapa sebenarnya pejuang yang satu ini? Panglima Batur lahir di Buntok Baru pada tahun 1852. Ayahnya adalah seorang Panglima dari tokoh masyarakat di Boven selama masa perlawanan Tumenggung Surapati. Sejak belia Panglima Batur sudah bergabung dalam pasukan Pangeran Antasari dalam Perang Banjar yang meletus tahun 1859.
Campur tangannya Kolonial Belanda telah membuat geram para bangsawan, puncaknya ketika Komisaris pemerintah F.N Nieuwenhuyzen mengumumkan bahwa Kesultanan Banjar dihapuskan.
Pengumuman ini memicu para bangsawan menarik diri ke pedalaman dan akhirnya bergabung dengan Kepala Suku Dayak, Tumenggung Surapati. Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati melakukan perlawanan kepada Kolonial Belanda, yang berlangsung sengit. Perlawanan bisa dipadamkan saat Pangeran Antasari meninggal pada tahun1862, dan memaksa Tumenggung Surapati mundur ke pedalaman Murung pada tahun 1867.
Namun perang ini tetap berlanjut, kemudian dikenal dengan Perang Banjar tahap dua atau disebut Perang Barito. Dipimpin oleh Putra Pangeran Antasari yakni Sultan Mat Seman, bersama Panglima Batur pertempuran tetap dikobarkan melawan tirani Kolonial .
Bahu membahu mereka terus menggempur Belanda. Belanda pun terpaksa mencari siasat dengan memanfaatkan keadaan. Ketika Panglima Batur pergi digempurnya Pasukan Sultan Mat Seman, hingga berakhir dengan gugurnya Sang Sultan. Namun sumpah setia Panglima Batur pada Sang Sultan tak mematahkan tekadnya untuk terus meneruskan perjuangan. Dengan semangat yang pantang menyerah, perlawanan terhadap Belanda terus dikobarkan.
Namun bukan Belanda namanya bila tidak licik dengan memanfaatkan rasa sayang Panglima Batur terhadap kerabatnya. Belanda mengancam akan menghabisi seluruh keluarga Panglima Batur bila tak menyerahkan diri. Daripada nyawa dan keselamatan keluarga terancam, dengan kebesaran hatinya Panglima Batur menyerahkan diri pada tahun 1905. Panglima Batur kemudian dibawa ke Banjarmasin untuk diadili, dan sang pejuang syahid di tiang gantungan pada tahun 1906 setelah berjuang mati-matian menggempur Belanda.
Semangat, keteguhan hatinya inilah yang menjadi inspirasi dua seniman muda untuk menulis dan mempertunjukannya pada tanggal 26 November nanti dengan sebuah naskah berjudul ‘Panglima Batur Perjuangan Tak Selesai’.
Wartawan Megapolis.id berkesempatan mewawancarai Ely dan Fadhil terkait bagaimana proses dan penulisan naskah ini.
Megapolis.id: Mengapa sosok Panglima Batur, apakah ada hal menarik dari beliau hingga diangkat dalam pementasan kali ini?
Fadhil: Mengapa Panglima Batur…karena sesuai dengan temanya pada Berisik 8 kali ini yakni Unlimited Explore. Secara umum kami melihat luar daerah dari Kalimantan Selatan, yaitu yang paling dekat adalah Kalimantan Tengah, dan ketika ditelaah lagi Unlimited Explore ini apa maksudnya, ini adalah suatu hal yang tidak terbatas kan. Termasuk didalamnya ada kasih sayang, ada perjuangan, ada seperti pengorbanan dan penerimaan perasaan itu tertuang dalam sosok seorang pahlawan. Makanya pahlawan yang kami cari adalah sosok Panglima Batur yang berasal dari Kalimantan Tengah dan belum dieksplorasi dalam pementasan manapun. Dan ini sesuai dengan tema yang kami angkat.
Megapolis.id: Adakah kesulitan selama penggarapannya?
Elly: Mungkin karena ini sosok pahlawan, dan beliau ini benar – benar ada kan bukan fiksi jadi susah untuk merealisasikannya . Apalagi tokoh – tokoh keluarganya kami bawakan juga, dan itu sangat minim literasinya, jadi perlu banyak pencarian yang sangat lama untuk menulis naskahnya.
Fadhil: Karena sulitnya literatur tadi kami sampai observasi ke Muara Teweh untuk mencari arsip yang berhubungan dengan naskah kami, dan ada 3 literatur yang kami dapatkan selama di Muara Teweh untuk melengkapi naskah kami. Mungkin kesulitannya tadi yakni menuangkan kepada aktor sifat – sifat kepahlawanan atau kearifan lokal di Kalimantan Tengah, makanya kita perlu eksplorasi ke Muara Teweh juga.
Megapolis.id: Kalian ada melakukan observasi di Muara teweh. Lantas apakah ada hal menarik yang didapat selama observasi di sana?
Ely: Hal menarik dari awal ke Muara Teweh itu kami senang bisa diterima dengan baik oleh para budayawan di sana. Kami juga ke Perpustakaan Daerah untuk menggali data-data yang belum didapatkan. Kemudian ke Lemo didampingi kepala desa bertemu dengan zuriat Panglima Batur, ternyata di Lemo itu zuriat sepupu Panglima Batur, yaitu Haji Dulmajid.
Fadhil: Setelah itu ke Dinas Kebudayaan untuk menulis draft 4, dan langsung diselesaikan di Muara Teweh. Kami juga mewawancarai Budayawan seperti Pak Puspo, Pak Waway dan Kak Fadhil selaku Duta Pariwasata Muara Teweh. Mereka sangat humble dan welcome kepada kami bahkan senang ketika tahu kami membawakan cerita Panglima Batur karena Panglima Batur begitu dihormati dan nama beliau sangat mahsyur di sana.
Megapolis.id: Setelah proses penulisan dan penggarapan ini, seperti apa sosok Panglima Batur yang tergambar dibenak kalian?
Elly: Panglima Batur itu orangnya selain pahlawan, cerdik, tangkas, pantang menyerah. Dan sisi lain yang menarik perhatian saya itu adalah rasa penyayang beliau ini kepada keluarganya rekan – rekan seperjuangannya, kesetiannya pada Sultan Muhammad Seman dan para rakyat dikampungnya. Itu yang membuat saya mengangkat cerita beliau ke pementasan Berisik 8.
Fadhil: Panglima Batur ini sosok yang baja, jadi beliau sosok yang bersahaja namun hatinya baja seperti yang dijelaskan Elly, beliau kehilangan pemimpinnya, rekan, bahkan keluarganya namun tetap memperjuangkan agar kita merdeka dan tidak dijajah.
Menurut saya itu yang perlu kita contoh, khususnya generasi muda adalah bajanya hati beliau bagaimana memperjuangkan dan kebebasan untuk menjadi manusia.
Megapolis.id: Harapan kalian untuk pementasan ini khususnya naskah ini bagaimana?
Elly: Harapannya bagi orang orang yang belum kenal bisa mengenal beliau, melalui pementasan ini kita bisa mengenal lagi Panglima Batur.
Fadhil: Salah satu cara mengenang dan mengenal kembali beliau adalah dengan cara mementaskannya dan menuangkannya dalam sebuah karya. Saya harap eskplorasi ini tidak berakhir di Berisik 8, namun penggiat seni, komunitas yang ada disini mengeskplorasi pahlawan yang belum terlalu dikenal dengan sebuah karya dan semoga Berisik 8 yang memantik itu semua.
Demikian proses dari naskah ‘Panglima Batur Perjuangan Tak Selesai’. Jangan lupa saksikan pementasannya di Gedung Serba Guna Universitas Lambung Mangkurat pada 26 November ini Berisik 8 Unlimited Explor.
Jadilah saksi suguhan dari seniman – seniman muda ini dan kita bisa sama – sama mengenang beliau dan pahlawan – pahlawan yang memperjuangkan negeri kita ini. Salam, budaya.(Rizky Fadhlillah)
Editor: Agus Salim
Kebetulan ibu saya masih hidup, kalau nama sepupu beliau namanya Haji Dumajid