MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Sidang perdana kasus dugaan korupsi Proyek Pembangunan Jembatan Ruas Tarungin–Asam Randah Kabupaten Tapin Tahun Anggaran 2024 resmi digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Selasa (18/11/2025).
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Indra Meinantha Vidi SH MH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wahyu SH memfokuskan dakwaan pada peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam terjadinya dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Dua terdakwa dihadirkan, yakni Aulia Rahman, selaku PPK Dinas PUPR Tapin, dan Noor Muhammad, Direktur CV Cahaya Abadi. Keduanya didakwa JPU secara bergantian, sementara satu pihak lainnya, Ridani, disidangkan dalam berkas terpisah.
Dalam dakwaan, JPU menjelaskan bahwa penunjukan Aulia Rahman sebagai PPK tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Dinas PUPR Tapin Rizkan Noor ST Nomor 07 Tahun 2024, yang memberi kewenangan penuh kepada dirinya untuk mengelola proyek jembatan bernilai hampir Rp5 miliar.
Namun, JPU menilai kewenangan tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Aulia disebut justru lalai dalam seluruh aspek pelaksanaan proyek.
“Terdakwa tidak mengendalikan kontrak, tidak melakukan pengawasan, dan tidak memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis,” ujar JPU saat membacakan dakwaan di hadapan sidang terbuka.
Lebih lanjut, dakwaan menyebut Aulia Rahman membiarkan pihak lain mengendalikan proyek. Noor Muhammad sebagai direktur perusahaan pemenang lelang dan Ridani sebagai pengendali lapangan diduga menjalankan pekerjaan secara tidak sah.
Proyek jembatan ini dilaksanakan berdasarkan Surat Perjanjian Nomor 03/63/05/070/JBRTA/DPUPR-BM/VIII/2024 tanggal 22 Agustus 2024. CV Cahaya Abadi memenangkan tender dengan nilai penawaran Rp4,94 miliar.
Namun, hasil audit teknis dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menunjukkan fakta mencengangkan progres fisik proyek hanya mencapai 5,97% hingga masa kontrak berakhir.
Temuan ini dianggap memperkuat dugaan bahwa tidak ada pengawasan yang layak dari PPK sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas jalannya proyek.
Di dalam dakwaan, JPU juga menyinggung kelalaian lain yang dianggap fatal. Aulia Rahman disebut tidak mengajukan klaim jaminan pelaksanaan ke Bank Kalsel Cabang Amuntai meski proyek bermasalah.
Kelalaian itu membuat masa berlaku jaminan kedaluwarsa, sehingga negara kehilangan kesempatan untuk memulihkan kerugian melalui pencairan jaminan.
Menurut hasil audit BPKP Kalimantan Selatan, total kerugian negara mencapai Rp 1.523.351.143,64.
“Perbuatan terdakwa memberikan keuntungan kepada Noor Muhammad, CV Cahaya Abadi, dan Ridani,” tegas JPU.
Atas perbuatannya, baik Aulia Rahman maupun Noor Muhammad dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas dakwaan JPU, melalui kuasa hukumnya Noor Huda SH terdakwa menyatakan tidak akan melakukan eksepsi. Menurut penasehat hukum eksepsi akan mereka masukkan melalui pembelaan (pledoi) saja.
Hal berbeda diutarakan penasehat hukum Noor Muhammad yang mengatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU.(CRV)
Diterbitkan tanggal 19 November 2025 by admin












Discussion about this post