MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Inspektorat Kota Banjarmasin kembali menggelar Sosialisasi Antikorupsi, Survei Penilaian Integritas (SPI) sekaligus Forum Group Discussion (FGD) terkait penyusunan Risk Register Fraud di lingkup Pemerintah Kota Banjarmasin, Selasa (02/09/2025).
Adapun sosialisasi antikorupsi SKPD kali ini menyasar lingkungan kerja Satuan Polisi Pamong Praja. Menggandeng Kepala Diskominfotik Kota Banjarmasin, Windiasti Kartika (topik Korupsi dan Integritas) serta Kepala BKD Diklat, Totok Agus Daryanto (topik penegakan kode etik dan benturan kepentingan) selaku penyuluh antikorupsi (Paksi) Pertama bersertifikasi LSP-KPK sebagai narasumber.
Pada kesempatan itu, peserta diberikan pemahaman mendalam soal faktor penyebab terjadinya benih-benih tindakan korupsi dan pelanggaran kode etik, mengingat Satuan Polisi Pamong Praja merupakan salah satu SKPD pelayanan dan penegakan perda di masyarakat yang rentan disusupi perilaku korupsi.
Mengawali paparannya, salah satu narasumber, Windiasti Kartika menyinggung soal kurangnya empati dan kejujuran masyarakat dalam bertindak yang membuka celah terjadinya korupsi. Terlebih, menurutnya perilaku korupsi yang berkembang saat ini sangat kian beragam.
“Kurang cerdas dapat kita perbaiki dengan belajar, kurang cakap bisa kita tangani dengan pengalaman. Tapi perilaku kurang jujur, ini karakter yang sulit diperbaiki. Kalau dibiarkan terus menerus, bagaimana budaya korupsi ingin kita berantas,” terangnya.
“Pencegahan harus dimulai dari hal-hal dasar. Korupsi fasilitas jabatan seperti kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi misalnya. Ini harus jadi upaya kita untuk memulai budaya antikorupsi sejak dini,” ujarnya lagi.
Windi menyebut, Korupsi secara tidak langsung dapat menghalangi bertujuan bernegara. “Kita tahu sumber daya alam kita luar biasa, negara kita masih tidak bisa menjadi negara yang maju kalau budaya korupsi ini masih mendarah daging,” tegasnya di hadapan seluruh peserta.
“Dengan tidak adanya korupsi, pembangunan infrastruktur dapat lancar dan merata, pembangunan di masyarakat terutama di sektor pendidikan akan maju. Begitu pula sektor kesehatan dan pelayanan publik pun akan berjalan lebih baik,” jelas Windi.
Untuk itu, ia mengatakan pentingnya penerapan nilai antikorupsi dan integritas di lingkungan pemerintahan. Dirinya juga menyoroti tiga indikator utama (SPI, IPAK dan IPK) dalam keberhasilan pemberantasan korupsi yang menyentuh seluruh elemen baik dari penilaian internal SKPD, masyarakat serta lembaga independen yang ditunjuk membantu jalannya validasi.
“Informasi yang kita dapatkan indeks perilaku Antikorupsi Indonesia itu kian menurun, dari 3,92 di tahun 2023 menjadi 3,85 di tahun 2024. Jika semakin turun mendekati angka nol (0) artinya persepsi masyarakat tentang ‘tidak apa-apa’ melakukan korupsi cukup disayangkan. Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” katanya.
Berkaca pada negara-negara paling Antikorupsi di dunia seperti Finlandia dan Selandia Baru, Windi menilai, mengubah pola pikir dan ‘budaya’ korupsi merupakan langkah dan poros utama yang harus dibiasakan.
“Kita sudah punya lembaga KPK, Hotline aduan kita ada 24 jam, pelatihan dan asistensi sudah digalakkan. Tinggal bagaimana mengubah budaya korupsi itu sendiri, atas kesadaran diri sendiri, sehingga upaya-upaya inilah yang dapat meningkatkan indeks persepsi masyarakat kita,” pungkasnya.(rls)
Diterbitkan tanggal 2 September 2025 by admin
Discussion about this post