MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Festival Teater Komedi Gardu (FTKG) 4 resmi berakhir pada Senin 26 Februari 2024, di Gedung Balairung Sari, Taman Budaya Provinsi Kalsel.
Event yang berlangsung sejak Kamis (22/2) tersebut ditutup dengan malam penganugerahan untuk setiap kategori juara yang diperlombakan.
Teater Qolbu berhasil menyabet beberapa penghargaan untuk kategori pelajar diantaranya aktor terbaik, aktris terbaik, setting panggung terbaik, naskah terbaik, penata cahaya, sutradara hingga penyaji terbaik satu.
Sebagai kontestan termuda mereka cukup mentereng dengan hampir memenangkan semua kategori kecuali di musik.
Sedangkan untuk umum persaingan cukup ketat. Aktor terbaik dimenangkan oleh IB production, aktris terbaik diraih Sanggar Intan Maha Bhakti, STB meraih penata musik terbaik.
Selanjutnya, IB production kembali meraih penata cahaya terbaik, KS3B meraih sutradara, make up dan busana, naskah, serta penyaji terbaik satu, dan Dapur Teater penyaji terbaik 3.
Untuk pelajar Teater Qolbu, Sanggar Mentari SMASA di penyaji terbaik 2, dan Panggung Seni Boedaya di penyaji terbaik 3.
“Alhamdulillah tiba saatnya kita di penghujung FTKG 4. Semoga apa yang didapat dalam FTKG 4 ini bisa dibawa kembali ke komunitas masing-masing. Dan perlu diingat kembali bukan kompetisinya, namun silaturahmi kita sebagai penggiat seni,” ujar Ketua Pelaksana, Rifki Ramadhana.
Dia mengharapkan di FTKG 5 tahun depan pesertanya lebih banyak karena di FTKG 4 sudah mengalami peningkatan.
Sementara itu, Abe, salah satu juri FTKG 4 mengatakan, yang namanya kompetisi tentu ada juklak dan juknisnya, begitu juga FTKG 4 ini. Selain gardu, ada tema yang menjadi penilaian utama pada FTKG 4.
“Ada beberapa penulis yang cerdas, bisa kita lihat dari bagaimana dia membuat konflik dalam cerita dan bagaimana bisa mengembangkan konflik itu, namun tidak menghilangkan esensi dari tema. Interpretasi naskah ada yang bicara sosial, politik, dan tentang individu,” jelas Abe.
Ia menambahkan perlu penyesuaian naskah yang tepat agar tidak memaksakan pengkarakteran dan masing-masing bisa memaksimalkan perannya khususnya dikalangan pelajar.
“Jangan memaksakan peran-peran yang kurang bisa dipahami, makanya perlunya naskah yang menghadirkan cerita berdasarkan sudut pandang generasinya. Pada dasarnya komedi adalah pertunjukkan riang dan gembira yang menjadikan emosi penonton bahagia walaupun terdapat tambahan bumbu-bumbu misalnya horor, kesedihan namun persentasi maksud dari komedi ini harus lebih ditonjolkan kegembiraannya dan kebahagiannya,” tandasnya.
Lebih lanjut Abe menjelaskan, berbicara komedi lebih kepada bagaimana penonton jadi fresh, artinya jangan sampai penonton atau penikmat pertunjukan tidak menemukan kegembiraan sampai menunggu kapan aktor itu keluar.
Dinamika komedinya juga bergam ada yang datar, ada yang kencang seperti itu. Nha, didalam teater komedi sutradara harus bisa mengembangkan ritme tempo dan jokenya. Jangan dipaksakan joke atau punchlinenya akhirnya tidak tersampaikan karena dipaksakan.
“Selain itu ketepatan sutradara mengolah naskah dan bagaimana mengkoordisikan dengan tim produksi, karena namanya sebuah festival semua ada batasan waktu. Jadi perlu semua itu dikoordinasikan bukan hanya antara sutradara dan pemain,” pungkasnya.
Juri lainnya Aril memaparkan dari pengamatannya mulai FTKG sebelumnya dan sekarang, tidak ada kata berhenti dalam belajar.
Baik yang muda atau yang tua sekalipun kita harus terus mempertajam apa saja yang kita pelajari,” katanya.
Apalagi, sambungnya, pandemi Covid-19 yang baru saja terjadi telah mereset semuanya sehingga harus mempelajari lagi dari nol.
“Pelajari lagi unsur-unsur penting yang ada teater, yang penting ada keinginan untuk memulai lagi, Ayo sama-sama kita bangkit, pelan-pelan kita tingkatkan mutunya, tata cahaya, panggung, busana, rias, musik, serta semua bagian dari artistik. Semua itu tidak bisa anggap remeh, tidak bisa asal-asalan apalagi soal tata panggung,” ucapnya.
Dia menambahkan, meskipun ini hanya pendukung tapi penting sekali karena tanpanya sebuah pertunjukan tidak akan sempurna. Antara sutradara dan penata artistik harus terkoneksi atau singkron, semua harus nyambung dengan konsep begitupun dengan lainnya. Teruslah berproses hasil akhir bukan di festival akan tetapi selanjutnya,” tandasnya.
Sedangkan Agus Suseno menambahkan ada beberapa yang mungkin keliru dalam menyajikan tema. Banyak aspek, makanya tema yang sekarang itu diganti dari tema yang sebelumnya.
“Setelah panitia berkomunikasi akhirnya terjadi perubahan tema yang diambil dari buku pribahasa Banjar, karena sumber dari google tidak bisa dipertangggungjawabkan. Satu yang membuat saya senang adalah adik-adik generasi Z ada yang fasih berbahasa Banjar,” katanya.
Dijelaskannya, bahasa Banjar beragam, ada Kuala, Banjarmasin, Marabahan, Martapura, Pleihari, Pagatan, Tapin, Kandangan, Barabai, Tabalong, Amuntai. Semuanya punya dialek masing-masing, bahkan ada beberapa yang terpengaruh dari bahasa lain. “Itu tidak bisa dihindarkan,” tambahnya.
Dia juga menyoroti soal naskah karena ada beberapa yang susunan kurang.
“Saya kira perlu lagi mencari seperti apa sih naskah yang memenuhi standart sebuah naskah drama. Membedakan antara lawak dan komedi juga harus berhati – hati, komedi dan lawak sangat berbeda. Dan penulis naskah sangat sedikit. Ini yang perlu dibenahi, sebab lebih banyak pemain ketimbang penulis,” ungkapnya.
Selamat kepada setiap juara semoga terus berkarya seperti harapan ketua pelaksana dan seluruh panitia. Begitulah akhir dari FTKG 4, sampai jumpa kembali pada FTKG berikutnya. Salam Seni, Salam Budaya.(Rizky Fadhlillah)
Editor: Agus Salim
Diterbitkan tanggal 27 Februari 2024 by admin
Discussion about this post