MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Kasus dugaan korupsi program Ketahanan Pangan Budidaya Pisang Varietas Cavendish di Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), dengan terdakwa Taufiqur Rahman, resmi memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin.
Dalam sidang perdana yang digelar Selasa (16/12/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendrik Fayol, SH membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Taufiqur Rahman di hadapan majelis hakim yang diketuai Aries Dedy SH MH.
Nampak terdakwa duduk di kursi pesakitan tanpa didampingi penasihat hukum. Menjawab pertanyaan ketua majelis hakim, Taufiqur menyampaikan bahwa ia telah menunjuk penasihat hukum, namun belum dapat hadir dan kemungkinan akan mendampingi pada sidang berikutnya.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Taufiqur didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, baik secara primer maupun subsider.
JPU mengungkapkan, akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp441 juta. Nilai tersebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan.
Perkara ini bermula pada awal tahun 2022, ketika terdakwa bersama Eko Sunarko yang kini berstatus DPO, memperkenalkan program budidaya pisang cavendish kepada Pemerintah Kecamatan Hantakan. Program tersebut kemudian disosialisasikan kepada sejumlah desa, disertai bimbingan teknis hingga pembentukan Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD).
Selanjutnya, sembilan desa di Kecamatan Hantakan sepakat menjalin kerja sama dengan CV Bayu Kencana Agriculture, sebuah perusahaan yang didirikan pada September 2022. Namun jaksa menilai dalam pelaksanaannya terdapat penyimpangan serius, mulai dari pengaturan kerja sama, pengelolaan dana, hingga realisasi kegiatan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama.
Jaksa memaparkan, dari sembilan desa yang seharusnya terlibat dengan kewajiban penyediaan lahan sekitar 5.000 meter persegi per desa, kegiatan penanaman justru hanya dilakukan di tiga lokasi. Dua lokasi berada di Desa Bulayak dan satu di Desa Murung B, dengan total lahan sekitar 4,5 hektare yang telah siap tanam. Kondisi ini menyebabkan biaya penyiapan lahan sebagaimana tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) tidak pernah direalisasikan.
Selain itu, jumlah bibit yang ditanam juga jauh dari ketentuan. Dalam RAB disebutkan setiap desa seharusnya menerima 780 bibit, sehingga total keseluruhan mencapai 7.020 pohon. Namun hasil pemeriksaan di lapangan hanya menemukan sekitar 1.100 pohon yang tertanam, meskipun dokumen pengiriman mencatat sebanyak 10.000 bibit pisang cavendish tiba pada November 2022.
Tak hanya itu, sejumlah item pekerjaan lain seperti pembuatan lubang tanam, pemupukan, serta perawatan tanaman juga dinilai tidak sesuai antara perencanaan dan realisasi penggunaan anggaran.
Majelis hakim menutup sidang dengan menjadwalkan sidang lanjutan pada 6 Januari 2026. Mengingat terdakwa belum memastikan apakah penasihat hukumnya akan mengajukan eksepsi, majelis menyatakan akan menunggu sikap resmi terdakwa pada persidangan berikutnya.(CRV)
Diterbitkan tanggal 16 Desember 2025 by admin













Discussion about this post