MEGAPOLIS.ID, BANJARBARU – Eksekusi lahan bersertifikat di Jalan Trikora, Banjarbaru, Rabu (15/10/2025), memicu kontroversi. Kuasa hukum pihak tergugat, Hamdan Thaufik SH, menuding eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru cacat formil karena masih mengatasnamakan mantan Walikota Aditya Mufti Ariffin, sementara Banjarbaru kini telah dipimpin Walikota baru, Hj Erna Lisa Halabi.
“Permohonan eksekusi ini jelas bermasalah. Yang berwenang menandatangani seharusnya Walikota aktif, bukan mantan. Bagaimana mungkin eksekusi atas nama kepala daerah yang sudah tidak menjabat? Ini bisa disebut eksekusi paling aneh dalam sejarah,” tegas Hamdan di lokasi eksekusi.
Selain soal formil, Hamdan juga menyoroti adanya perbedaan mencolok antara amar putusan dengan kondisi lahan di lapangan. Putusan mencatat luas tanah 42 x 250 meter, sedangkan lahan kliennya hanya 50 x 150 meter. “Kalau dieksekusi sesuai amar, tanah milik warga lain juga ikut tereksekusi. Ini berbahaya,” ujarnya.
Hamdan menambahkan, perjalanan perkara ini sejak SK Walikota Rudi Resnawan tahun 2003 sudah sarat kejanggalan. Menurutnya, pembangunan rumah pegawai yang dijadikan dasar penetapan lokasi tidak bisa dikategorikan sebagai kepentingan umum sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. “Dari awal sudah keliru. Bahkan ada indikasi jual beli tanah tidak sah karena tidak dilakukan secara terang dan tunai di hadapan pejabat berwenang,” ujarnya lagi.
Ia juga menilai proses hukum yang berjalan telah mengabaikan hak kliennya sebagai pemegang sertifikat sah. “Seharusnya keabsahan sertifikat diputus PTUN, bukan peradilan umum. Namun ironisnya, gugatan Pemko tetap dikabulkan PN Banjarbaru. Ini jelas abuse of power,” ucapnya.
Meski diprotes keras, eksekusi tetap dilakukan. PN Banjarbaru memasang plang di lokasi sebagai tanda tanah tersebut sah milik Pemko berdasarkan putusan perkara Nomor 14/Pdt.Eks/2023/PN Bjb, Nomor 43/Pdt.G/2019/PN Bjb, Nomor 40/PDT/2020/PT BJM, dan Nomor 2856 K/Pdt/2021.
Menanggapi protes itu, Bagian Hukum Pemko Banjarbaru, Andrie, menegaskan eksekusi tidak cacat hukum. “Pengajuan eksekusi dilakukan sejak Walikota dijabat Aditya Mufti Arifin, sehingga nama Walikota saat itu masih tercantum. Pergantian jabatan tidak mengubah keabsahan putusan,” ujarnya.
Panitera PN Banjarbaru, Fahrul, menambahkan bahwa eksekusi tidak dilakukan penuh. “Putusan memang mencatat 250 meter, tapi yang dieksekusi hanya 150 meter, sisanya sesuai surat pernyataan dibebaskan walikota. Kalau ada pihak merasa dirugikan, silakan ajukan gugatan baru,” ujar Fahrul.
Sementara itu, Kepala BPN Banjarbaru, Suhaimi, dihubungi via ponsel menegaskan pihaknya sebatas mendampingi jalannya eksekusi. “Jika ada lahan tersisa yang tidak tereksekusi, itu bisa menjadi dasar Pemko mengajukan gugatan baru,” katanya singkat.(crv)
Diterbitkan tanggal 15 Oktober 2025 by admin
Discussion about this post