MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Diskusi terbuka kolaborasi BEM FISIP ULM, HIMAPEM FISIP ULM, Sanggar Seni Demokrat FISIP ULM, Narasi Perempuan, Komunitas Gemar Belajar Banjarmasin dan Platform Lilium, dibuka dengan pembacaan puisi, salah satunya Dongeng Marsinah oleh Platform Lilium.
Kemudian dilanjutkan pementasan monolog Marsinah Mengugat karya Ratna Sarumpaet, lalu diskusi dengan Narasi Perempuan, BEM FISIP ULM, dan HIMAPEM FISIP ULM.
Fokus kali ini membaca Marsinah bersama di Taman Kamboja, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalsel, terkait peran dalam sejarah dan masyarakat, perempuan di mata hukum dan masyarakat, serta perempuan dan kemerdekaannya.
Kegiatan yang digelar pada Minggu (11/5) dimulai sekira pukul 17.00 WITA hingga pukul 19.00 WITA, dengan pokok pembahasan bagaimana perempuan menyuarakan haknya, membaca Marsinah dan perjuangan menyuarakan haknya, serta relevansinya terhadap perempuan di masa sekarang.
“Melihat teater tadi dan perjuangan Marsinah yang memperjuangkan hak-hak upah, cuti melahirkan dan lainnya. Kemudian melihat Marsinah yang dibungkam, dibunuh, diperkosa dan dirampas tubuhnya, saya ingin menyampaikan kepada perempuan sekarang yang takut bersuara, aku tahu sejak awal kita perempuan pemikirannya dianggap tidak valid dan beberapa pemikirannya dihilangkan padahal banyak perempuan yang pemikirannya bagus namun dihilangkan dari sejarah. Saya sepakat dengan Ester Lianawati penulis dari Rahim Aku Bicara, bahwa semua penindasan berawal dari rahim perempuan itu sendiri kemudian kita sebagai perempuan kita harus merampas tubuh kita sendiri dengan cara yang kita lakukan, kita sendiri tidak semua perempuan berani bersuara karena ruang yang aman bagi perempuan karena kalau itu kita mengabaikan suara perempuan kita sama dengan mereka yang mengabaikan suara perempuan itu sendiri,” ujar Eliyana dari Narasi perempuan.
Ia menambahkan tentang kesetaraan, bahwa setara dalam artian perempuan dan laki-laki harus sama tidak tapi diberikan lingkungan yang aman. “Bukan hanya kamu bekerja, tapi diberikan pendukung seperti Marsinah yang menyuarakan haknya tapi malah dibungkam. Kedepan perlu ruang untuk menyuarakan haknya serta bagaiamana perempuan diberi pendidikan tapi dilengkapi dengan faktor pendukung. Karena yang demikian belum merata, pemerintah perlu mensuport akan hal itu, dan perempuan harus bersuara lagi mengenai haknya dengan dukungan lingkungan dan masyarakat juga,” tambahnya.
Sedangkan Karina dari HIMAPEM berpandangan percuma ada ruang bersuara namun setengah-setengah, harus diatur mana yang dibicarakan mana tidak kemudian kesadaran dari individu masing-masing.
“Kemudian bagi mereka yang menawarkan visi misi terhadap perempuan jangan hanya menawarkan visi-misi tapi membiarkan perempuan itu sadar apa yang jadi bara api mereka dan apa yang harus mereka suarakan. Baru visi misi itu bisa kita jalankan dan disatukan,” katanya.
Ia juga meminta pemerintah memberikan ruang bagi mereka yang ingin menyuarakan haknya, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki.
“Manfaatkan kanal media yang ada untuk bersuara, kemudian bangun kesadaran berjejaring artinya kita perlu melibatkan ahli-ahli dalam forum forum tersebut. Pemerintah juga perlu melibatkan mereka dalam ruang-ruang kebijakan. Selain itu pendidikan juga perlu, kita harus aware dengan hal apapun termasuk politik, apapun latar belakangmu,” ujarnya.
Sementara itu, Najla selaku sutradara dan Ketua Umum Sanggar Seni Demokrat mendorong kaum perempuan harus paham bagaimana kondisi politik terkini. “Sehingga kebijakan apapun, kita dapat memahaminya,” ucapnya.(Rizky)
Diterbitkan tanggal 12 Mei 2025 by admin
Discussion about this post