MEGAPOLIS.ID, BANJARBARU – Tanggal 21 Juni, tepatnya Jumat kemarin diperingati sebagai Hari Musik Dunia. Musik tidak hanya sebatas hiburan, namun juga sebagai wadah berekspresi sekaligus mewakilkan sebuah identitas dan budaya di suatu daerah.
Nah, di momen Hari Musik Dunia tahun 2024, jurnalis www.megapolis.id berkesempatan wawancara dengan Trisna (Diatonis dan The Barbar). Musisi ini menyampaikan pandangannya soal Hari Musik Dunia, dan juga kesejahteraan musisi di Banua.
Sebagai seorang musisi di Kalimantan Selatan, apa sih yang harus kita lakukan?
Trisna: Sebagai musisi aku memandang Hari Musik Dunia itu sebagai hari dimana kebebasan kita dalam berekspresi, hari dimana kita meluluhlantakan ego dan tembok yang menghalangi antara musisi lama dan baru, profesional dan amatir, bahkan sampai lintas genre. Aku berharap di Hari Musik Dunia kita bisa membuat suatu movement dimana semua musisi lintas genre bisa berpesta dan bersenang dengan karya mereka, serta menjamu musisi baru agar tidak ada kesenjangan dalam karya. Bahkan seorang musisi tidak dapat dinilai kualitasnya hanya dengan siapa yang lebih dulu belajar musik, tetapi karya yang menentukan seorang musisi apakah masih ingin terus eksis dalam bermusik atau pensiun, karena karya akan selalu ada untuk selamanya. Eksistensi memerlukan bahan bakar berupa karya, karena setiap tahun akan terus lahir musisi baru dengan karya baru.
Profesi musisi terkadang dianggap remeh, bisa dibilang upah seadanya, khususnya kawan-kawan yang sedang reguleran di cafe cafe. Apa tanggapan Anda terkait fenomena ini, dan sudahkah dihargai selayaknya atau belum musisi ditempat kita? Dan bagaimana ukuran musisi itu dihargai?
Trisna: Jujur menanggapi hal ini karena profesi ku sekarang adalah musisi, aku tidak bekerja terikat disebuah perusahaan, jadi aku coba bicara dari sudut sebagai drumer diband entertainlah bukan drumer band karya (Diatonis). Menurutku fee di cafe di Banjarbaru khususnya belum layak karena dari tahun 2017 awal aku terjun di cafe, fee nya masih sama sampai sekarang tahun 2024, padahal semua bahan baku, kebutuhan hidup kita selalu naik tapi fee untuk player musik di cafe itu tidak berubah dengan dalih menyesuaikan omset cafe tersebut. Ya, menurutku jika suatu cafe omsetnya belum cukup untuk membayar musisi dengan layak ya nggak usah mengadakan live music, dan permasalan klasik band baru yang merasa dirinya belum layak untuk dibayar melakukan perang harga, dampak yang paling besar adalah cafe-cafe yang tadi merasa tidak sanggup untuk mengadakan live music mereka dengan sigap memanfaatkan band baru ini dengan harapan tidak perlu membayar musisi atau bisa membayar dengan fee di bawah rata-rata musisi yang ada, akhirnya semua cafe melakukan hal yang sama. Bola panas justru berpindah ke tangan si cafe atau outlet ini, dengan mudah mereka mengontrol fee para musisi, padahal cafe dan musisi sama-sama saling membutuhkan tetapi sekarang malah terbalik. Nah, dampak dari kejadian itu lah yang membuat fee musisi tidak pernah bisa berubah sampai kapan pun kecuali daerah kita terkena inflasi besar- besaran.
Kalau ditanya kenapa aku masih bisa bertahan berprofesi sebagai musisi karena jadwal reguler di cafe yang sudak kontrak, jadi selama 1 minggu aku sudah punya 4 hari untuk jadwal main, dan job wedding yang Allhamdulillah setiap bulan selalu ada minimal 1 kali dalam satu bulan. Selain itu ada beberapa relasi dari kami yang berhubungan baik dari dulu sampai sekarang, sehingga setiap event mereka kami selalu main. Selain bermusik aku juga sedikit demi sedikit merintis untuk usaha rental sound system, bisa digunakan untuk band sendiri ketika ada job bisa juga disewakan untuk klien atau band lain yang membutuhkan. Makanya bisa bertahan, intinya jika memang serius mau terjun di musik, ya habiskanlah semua kreatifitas kita disana, cari hulu hilir nya musik itu seperti apa, buat beberapa sumber pemasukan yang memang berkaitan dengan musik.
Demikian beberapa hal yang disampaikan Musisi asal Kota Banjarbaru, Trisna mengenai dunia musik dan juga kesejahteraan musisi. Meskipun musik masih dianggap remeh, tapi tidak dipungkiri banyak pihak membutuhkannya. Sudah sepantasnya kita menghargai para pelaku di bidang ini. Salah satu contoh sederhana dengan mendengarkan karya mereka secara legal melalu streaming musik. Bahkan lebih bagus lagi jika ada merchandise mereka kita membeli, karena tidak mudah membuat orang terhibur apalagi membuat karya. Mungkin itu sedikit selentingan di Hari Musik Dunia. Pastinya musik tidak dipungkiri menjadi elemen penting bagi kita semua. Semoga selalu menginspirasi.(Rizky Fadhlillah)
Editor: Agus Salim
Diterbitkan tanggal 22 Juni 2024 by admin
Discussion about this post