MEGAPOLIS.ID, MARTAPURA – Panitia Haul ke-217 Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datu Kelampayan) menyiapkan 14.000 liter beras untuk konsumsi jemaah.
Puncak peringatan haul ke-217 pengarang kitab Sabilal Muhtadin tersebut akan dihelat di Masjid Tuhfaturraghibin di Desa Dalam Pagar Ulu, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Kamis (27/4/2023) pagi.
Jumlah jemaah diprediksi akan membeludak lantaran melandainya Covid-19 dan pencabutan PPKM oleh pemerintah.
Ketua Dapur Haul Datu Kelampayan, Ustadz Muhammad Rofi’i, menjelaskan, pihaknya sudah mempersiapkan 700 belek beras atau sekitar 14.000 liter untuk peringatan acara puncak.
“Dalam haul kali ini, kami memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan persiapan. Karena izin dari pihak keamanan sudah kami kantongi sejak jauh hari,” ujar Ustadz Rofi’i.
Dia mengatakan, acara tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya, karena persiapan bisa lebih maksimal.
”Kalau tahun lalu izinnya keluar dari kepolisian dua hari menjelang lebaran, jadi cukup kerepotanlah,” ujarnya.
Seperti diketahui, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 – meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun.
Beliau adalah ulama fiqih mazhab Syafi’i yang hidup pada masa 1122-1227 Hijriyah. Ulama yang dikenal dengan julukan Datu Kelampayan ini adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan bagi banyak pemeluk agama Islam di Asia Tenggara.
Guru-gurunya antara lain Syekh Athaillah bin Ahmad al-Mishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, dan al-‘Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Hasani al-Madani. Namanya terkenal di Mekkah karena keluasan ilmu yang dimiliki, terutama ilmu qira’at. Ia bahkan mengarang kitab qiraat yang bersumber dari Imam asy-Syatibi. Uniknya, setiap juz kitab tersebut dilengkapi dengan kaligarafi khas Banjar.
Menurut riwayat, selama belajar di Mekkah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari belajar bersama tiga ulama Indonesia lainnya, yakni Syekh Abdus Shomad al-Palembani (Palembang), Syekh Abdul Wahab Bugis, dan Syekh Abdurrahman Mesri (Betawi). Mereka berempat dikenal dengan Empat Serangkai yang sama-sama menuntut ilmu di al-Haramain asy-Syarifain. Belakangan, Syekh Abdul Wahab Bugis kemudian menjadi menantunya karena menikah dengan anak pertamanya.
Setelah lebih dari 30 tahun menuntut ilmu, timbul hasratnya untuk kembali ke kampung halaman. Sebelum sampai di tanah kelahirannya, Syekh Arsyad singgah di Jakarta. Ia menginap di rumah salah seorang temannya waktu belajar di Mekkah. Bahkan, menurut kisahnya, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari sempat memberikan petunjuk arah kiblat Masjid Jembatan Lima di Jakarta sebelum kembali ke Kalimantan.
Pada bulan Ramadhan 1186 H, bertepatan dengan tahun 1772 M, Syekh Arsyad tiba di kampung halamannya di Martapura, pusat Kerajaan Banjar masa itu. Raja Banjar, Sultan Tahmidullah, menyambut kedatangannya dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyat mengelu-elukannya sebagai seorang ulama Matahari Agama yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kerajaan Banjar. Syekh Arsyad aktif melakukan penyebaran agama Islam di Kalimantan.
Kiprahnya tak hanya dalam bidang pendidikan dengan mendirikan pesantren berikut sistem pertanian untuk menopang kehidupan para santrinya, tapi ia juga berdakwah dengan mengadakan pengajian, baik di kalangan istana maupun masyarakat kelas bawah. Lebih dari 40 tahun Datu Kelampayan melakukan penyebaran Islam di daerah kelahirannya, sebelum maut menjemputnya.(TIN/megapolis)
Editor: Agus Salim
Diterbitkan tanggal 25 April 2023 by admin