MEGAPOLIS.ID, BANJARMASIN – Menyikapi isu perubahan iklim, Pemko Banjarmasin berusaha memperkuat daya tahan kota dengan melaksanakan berbagai program kegiatan lingkungan.
Langkah ini ternyata mendapat dukungan dari organisasi dunia seperti, UCLG ASPAC, Pilot4DEV, ACR+, ECOLISE, AIILSG, dan Universitas Gustave Eiffel.
Tak sia-sia, di bulan Januari tahun 2023 lalu, Kota Banjarmasin menerima Proklim Awards.
Hebatnya, penghargaan tersebut disabet kota berjuluk seribu sungai dalam beberapa kategori berbeda, setidaknya ada 21 penghargaan kategori Utama dan 30 penghargaan kategori Madya per 2022.
Penghargaan tersebut tak serta merta diserahkan gabungan organisasi dunia tersebut kepada pemerintah kota, tetapi setelah mereka melihat kegiatan yang dilakukan Pemko Banjarmasin terhadap perbaikan lingkungan, salah satunya dengan menginisiasi program “Maharagu Sungai”.
Program Maharagu Sungai bertujuan menjaga kebersihan di 75 sungai, dan menciptakan serta menyediakan dana untuk melatih para pemangku sungai.
Berdasarkan hal tersebut, Banjarmasin merupakan satu kota dari 10 kabupaten kota di Indonesia yang masuk dalam proyek Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC).
Kehadiran Kota Banjarmasin dalam kegiatan CRIC pun dianggap penting.
Sebab, masukan yang diberikan Kota Banjarmasin dalam kegiatan tersebut sangat diperlukan bagi pengembangan proyek CRIC, dalam rangka menjadi kota lain di Indonesia dan negara lain bisa bertahan dalam menyikapi perubahan iklim.
“Banjarmasin salah satu dari 10 kota di Indonesia yang terpilih untuk mengikuti acara ini, yang bertujuan menyikapi adanya perubahan iklim di dunia,” ucap Wakil Walikota Banjarmasin H Arifin Noor disela-sela acara tersebut, Kamis (02/03/2023).
Dijelaskan Arifin Noor, kehadirannya bersama SKPD terkait lingkup Pemko Banjarmasin dalam kegiatan diskusi tersebut untuk memberikan masukan, yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk dijadikan strategi dalam menyikapi perubahan iklim.
Ia berharap, dengan adanya kegiatan, nantinya akan muncul strategi terbaik menyikapi perubahan iklim tersebut, sehingga masyarakat di Indonesia dan manca negara menjalani kehidupan dengan baik dan nyaman.
Kegiatan Diskusi Panel Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC), diselenggarakan di Kota Surabaya, Jatim, dari tanggal 1 sampai 3 Maret 2023.
Kegiatan bertema “Mengendalikan Dampak Perubahan Iklim dan Menciptakan Peluang melalui Aksi Iklim” yang dilaksanakan di Grand Dafam Signature, Surabaya, dibuka langsung oleh Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elistianto Dardak yang juga sebagai Presiden Earoph.
“Yang paling terdampak karena perubahan iklim itu masyarakat kecil. Kalau sudah banjir yang nggak bisa ngungsi ke hotel, masyarakat kecil, yang tidak punya uang untuk menaiki medium rumahnya juga masyarakat kecil, cuman mereka nggak melihat koneksi antara apa yang terjadi hari ini dengan perubahan iklim, sehingga ini hanya menjadi isu yang berputar di kalangan elit,” ujarnya, saat menyampaikan sambutannya.
Karena itulah, lanjutnya, sudah saatnya menjadikan isu perubahan iklim ini bisa diketahui seluruh lapisan masyarakat, salah satunya dengan mempublikasinya melalui berbagai media. “Bagaimana caranya kita harus menjadikan ini isu sebagai mainstream atau arus utama yang mendapatkan atensi, dan disinilah makanya sangat penting peran dari akademisi dari civil society itu sangat penting,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC, Bernadia Irawati Tjandradewi, dalam kesempatan tersebut mengatakan, isu perubahan iklim ini sudah sangat mendesak untuk disikapi. Terlebih di Indonesia, jelasnya, yang merupakan salah satu negara di dunia yang terdampak krisi iklim. “Tadi saya baru berbicara dengan Banjarmasin, dimana perubahan ini sudah dirasakan dengan tingginya air laut dan juga tingginya curah hujan dan mengalami banjir, dan data dari BMKG pada 2022 menyebutkan bencana hidroteknologi yang dipicu oleh krisis iklim Indonesia meningkat menjadi bencana terbesar dengan presentasi hampir lebih dari 95 persen,” katanya.
Karena itulah, katanya lagi, kota – kota di Indonesia dan seluruh dunia perlu melakukan aksi nyata mengingat kota- kota menyumbang hampir 2 per 3 permintaan energi, dan menjadi sumber dari 70 persen emisi karbon dan sektor energi.
“Jadi kota – kota tidak hanya menjadi sumber masalah, tapi kita tahu bahwa 65 persen penduduk yang tinggal di dunia ini melakukan solusi, dan saya yakin krisis iklim ini bisa teratasi dan bukan hanya kita memitigasi, tapi juga melakukan adaptasi, jadi itulah mengapa program CRIC ini kita fokus di 10 kota,” ujarnya.(rls)
Editor: Agus Salim
Diterbitkan tanggal 2 Maret 2023 by admin