JUDUL pada tulisan ini merupakan bagian dari upaya pendidikan politik dan jika dilihat dari segi isinya saya mencoba mengurangi unsur teoritis, yang saya kira harus masuk pada tataran praktik itu sendiri sangat penting.
Topik ini masih intens digaungkan oleh kalangan masyarakat bahkan di kalangan kampus masih intens mendorong agar objektifitas dalam memilih sangat diperlukan bagi Indonesia tak terlepas Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara yang mengawal pesta demokrasi di Negeri ini sangat berperan vital menjadi pionir dalam mengedukasi politik bagi masyarakat.
KPU memiliki power dalam melakukan penetrasi ke tengah masyarakat dalam upaya mengedukasi agar pemilih makin objektif dan cerdas. Sebab, kualitas demokrasi kita akan nampak terlihat ketika menghasilkan pemimpin dan wakil mereka melalui pemilu raya dengan lahirnya pemimpin atau wakilnya sesuai keinginan rakyat itu sendiri tentu yang berintegritas dan bertanggung jawab.
Gelaran event politik raya di Negara kita akan digelar kurang 2 tahun dari sekarang. Barang tentu segala persiapan mulai dilakukan untuk mendapatkan hasil pemilu serta pilkada serentak tahun 2024 nanti dengan hasil optimal, rasional, partisipatif, transparan serta akuntabel, agar mendapatkan pemimpin dan wakil rakyat yang masuk pada segmentasi memiliki kapasitas dan integritas dalam mengawal amanah yang diberikan rakyat bagi mereka yang terpillih.
Partisipasi pemilih di tahun 2024 nanti tentu menjadi harapan bagi penyelenggara dari pemilu sebelumnya agar lebih meningkat. Dengan adanya partisipasi aktif publik dengan sangat antusias untuk menentukan pilihannya pada tahun 2024 mengawali sinyal bahwa Negeri ini mulai berbenah dalam melahirkan pemimpin-wakil rakyat yang andal tentunya bukan pada azas “transaksi” atas keterpilihan itu melainkan kesadaran rakyat untuk memilih dengan rasio dan rasa dari konstituen menjadi opsi prioritas serta harapan bagi penyelenggara..
Tahun 2024 juga menjadi tonggak selanjutnya dalam pembenahan diri pemimpin-pemimpin yang memiliki kapasitas dan integritas untuk menuju tahun-tahun berikutnya hingga Visi Indonesia Emas tahun 2045 nanti. Sebab jelang dimasa Indonesia Emas tentu perlu adanya pemimpin-pemimpin yang hebat dalam mencapai itu pada bingkai good leaderships dari setiap jenjang kepemimpinan dipusat hingga daerah. Dan pasti, kalangan milenial menjadi penentu ditahun-tahun mendatang bukan lagi sebagai penonton bahkan sebagai pemain.
Pemilih milenial menjadi corong penentu kemana arah politik bangsa ini hingga tahun emas yang telah dicanangkan oleh pemimpin sebelumnya pada era 2045 nanti. Pemilih milenial secara nasional menurut data KPU mencapai 35-40 % artinya 70-80 juta pemilih muda yang memiliki posisi tawar dan kekuatan politik tersendiri yang harus diperhitungkan bagi peserta pemilu. Partisipasi pemilih milenial dalam memilih keterwakilannya pada pemilu nanti ialah upaya logis bagaimana milenialis mampu mengubah peta kepemimpinan di tahun 2024 hingga 2029 asalkan optimalisasi partisipasi pemilih milenial andil dan konsisten memilih dengan dasar kesadaran diri.
Pastinya juga parpol jangan menutup mata pada kelompok milenial di era saat ini mereka bisa jadi penentu di arah politik baru tahun 2024 nanti.
Posisi Kalangan Milenial dalam Pemilu Serentak Tahun 2024?
Kesempatan bagi milenialis pada tahun 2024 nanti ada dua posisi mereka harus apa, yaitu mereka mampu menjadi pemain dan pemilih. Pada momen ini kalangan milenial tak bisa dipandang sebelah mata karena jumlah pemilih muda ini tak bisa dianggap biasa-biasa. Kekuatan milenial dengan jumlah yang tak sedikit tentu kalangan milenial sangat bisa memengaruhi warna politik tanah air yang diisi kalangan orang tua selama ini.
Data tersebut di atas, KPU sendiri juga harus menargetkan bagaimana agar menstimulan dan membuat kalangan milenial andil dalam berpartisipasi pada pilihan politik untuk menjadi pemilih yang rasional dan memiliki nurani ketika harus memilih keterwakilan mereka tanpa embel-embel “oleh-oleh” apalagi intervensi dari pihak lain. Upaya mencerdaskan pemilih terutama dari kalangan milenial ada banyak cara yang bisa dilakukan KPU dari tingkat pusat hingga daerah terutama dengan memanfaatkan tekhnologi informasi berkembang saat ini. Secara psikologis pemilih milenial perlu didekati secara bersahabat (persuasi approach), pendekatan persuasi yang intens terhadap kelompok anak muda ini khususnya memperhatikan keminatan mereka pada komunitas mereka juga menjadi cara agar simpul kalangan milenial bisa dirajut bersama KPU agar sejalan dengan KPU untuk mewujudkan partisipasi yang rasional, yang muda yang memilih dalam gelaran tahun 2024 nanti.
Secara formal KPU perlu melibatkan komunitas-komunitas milenial untuk berdiskusi dan duduk bareng dengan membuat event sosial bersama KPU & Kalangan Milenial, undang mereka agar bisa menghasilkan kerjasama dengan melahirkan milenialis sebagai pensosialisasi misi dari KPU dan output nya setidaknya mereka menjadi “jubir” atau “duta” KPU ditengah komunitasnya sendiri dan masyarakat umum.
Saya kira juga termasuk pendekatan nonformal melalui kunjungan dan kumpul bersama tim KPU melalui event-event kesukaan mereka perlu didekati KPU sebagai wadah media berkomunikasi yang harus turun secara langsung dengan mendukung kegiatan mereka. Apabila terjadinya pola dan sinergi komunikasi seperti ini pastinya KPU akan memiliki “back up” sebagai ikhtiar melahirkan jubir ataupun duta dari kalangan milenial untuk memastikan kalangan milenial wajib berpartisipasi untuk menentukan pilihannya pada hari H.
Strategi ini menandakan bahwasanya KPU tidak harus menunggu agar diundang pada event mereka tapi harus terjun langsung menyapa, bersosialisasi, berdialog lansgung, agar persepsi kalangan milenialis terhadap KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu bisa bersahabat dan para pemilih muda bisa sama-sama mengawal event besar pada tahun 2024 nanti. Menanamkan kepercayaan menjadi kuncinya disini.
Penyadaran posisi pada pemilih milenial tahun 2024 itu juga harus dipahami bahwa mereka juga memiliki hak untuk didorong andil langsung terlibat dalam dunia politik praktis yang bakal dipilih konstituennya. Hal ini merupakan “pekerjaan rumah” parpol dalam mengajak kalangan milenial terlibat aktif di parpol itu sendiri, Jika pola seperti ini bisa realisasi sama-sama didorong akan memudahkan bagaimana pemilih milenial akan andil memilih rekanannya karena ada rekan mudanya yang terlibat langsung bertarung pada gelaran politik ini menjadi lebih mudah tentunya. Hingga wujud partisipasi kalangan milenial di tahun 2024 nanti bisa terlaksana artinya buka seluas-luasnya kesempatan keterlibatan kalangan muda untuk mengenal dunia politik atau menjadi jubir atau duta edukasi politik bagi masyarakat khususnya bagi komunitasnya bahkan sebagai kandidat itu sendiri dan parpol juga harus aktif untuk melirik ini sebagai basis massanya.
Melihat hal itu program KPU dalam hal mendorong partisipasi pemilih milenial harus rutin diagendakan dari tingkat provinsi hingga kabupaten kota dengan kegiatan program dialog antar kalangan milenial dengan mengajak mereka berdiskusi secara terbuka, tapi dengan situasi santai libatkan kalangan akademisi dan pemilih milenial itu sendiri melalui media sosial Podcast Instagram, Facebook, Youtube semisalnya.
Aktifnya pendekatan macam hal ini mudah dilakukan dengan demikian KPU telah melahirkan edukasi politik sekaligus educator yang bisa berdampak pengaruhnya pada kalangan milenial dalam memandang politik dipersepsinya seperti apa. Terbangunnya kepercayaan kalangan milenial atas politik menjadi output nya disini bahwa putusan politik itu menentukan segala aspek di Negeri ini yang harus ditentukan pada event 5 tahun sekali itu. Dan anak muda andil sangat besar disini dalam mengarahkan politik baru tahun 2024 nanti,
Membentuk Pemilih Milenial yang Rasional
Belajar pada pemilu 2019 dan 2014 lalu media sosial salah satu media kampanye “gratis” bagi peserta pemilu untuk bertarung opini. Dari ini, KPU juga harus beradaptasi bagaimana penyelenggara pemilihan umum juga berkewajiban bersentuhan menguasai media sosial untuk mendorong kalangan milenial peduli terhadap politik hingga putusan pilihan politiknya muncul dari benak dan menentukan pilihannya pada hari H. Selain metode konvensional juga dilakukan, tetapi pada tahun 2024 pola yang harus digalakkan oleh KPU harus masuk aktif pada dunia media sosial sebagai wadah interaksi kepada pemilih milenial dengan berbagai informasi dan bentuk komunikasi yang bisa disajikan di media sosial tentu tujuannya ialah upaya pencerdasan publik dalam hal andil berpartisipasi pada pemilu dan pilkada serentak tahun 2024.
Kerja-kerja KPU dalam mengedukasi publik khususnya pada pemilih milenial pastinya KPU berkeharusan melakukan secara massif, sistematis, intens, berkesinambungan dengan memberikan segala informasi rekam jejak dari kandidat ataupun parpol dengan mengajak dan membaca serta diajak agar mencari tahu, berdiskusi melalui media Podcats yang disediakan oleh KPU serta diskusi suksesi penyelengaaraan pemilu dan pilkada serta dalam rangka edukasi politik. Tambahan yang saya kira juga penting ialah ditahun 2024 dirasa perlu KPU juga andil menjadi penghalau info-info hoax terkait kepemiluan dengan secara akurat & efisien hingga jangan sampai pemilih milenial malah bersikap distrust atas isu yang beredar dalam mengacaukan pemilu dengan terlambatnya mengklarifikasi. Dengan cara apa? dengan cara kecepatan tim KPU dalam mengelola teknologi dan informasi dan sesegeranya menginformasikan informasi yang benar melalui media sosial official yang ditetapkan dan dilatih oleh KPU.
Dengan aktif mengajak pemilih milenial dalam berdialog dan menstimulan mereka terlibat untuk mencari tahu dengan menelisik jejak rekam dari parpol atau kandidat yang ia ingin pilih atau seputaran penyelenggaraan perlu juga untuk dijelaskan ke mereka agar kalangan milenial menjadi tahu bagaimana proses itu. Dengan hadirnya pengetahuan yang mereka terima ini menjadi kunci sisi rasionalisasi pemilih milenial dalam menentukan sikap hingga pencoblosan secara logis.
Kemudian, hal-hal yang perlu penyelenggara kawal sebagai upaya menjaga suasana dan informasi yang jernih juga agar pemilih tidak terpengaruh yaitu aktifasi media sosial official sangat perlu mengawal berita-berita hoax terkait kepemiluan, terkait penyelenggaraan, menyuarakan suara milenial sangat menentukan arah pembangunan 5 tahun mendatang, menjaga persatuan dan kesatuan, menolak politik uang, memotivasi pemilih agar peduli terhadap dunia politik, mempublikasikan parpol beserta kandidat yang mendaftar secara massif dan sistematis. Pastinya Informasi-informasi yang dikontruksi oleh KPU ini ialah upaya konstruksi sosial dalam membangun kepercayaan publik terhadap proses pemilihan.
Aktifasi Media Sosial dan Dialog Komunitas Sebagai Ikhtiar Pencerdasan
Musimnya program dialog di platform media sosial dengan format dialog santai yang dinamakan podcast belakangan ini menjadi popular sekali entah dilakukan oleh public figure atau masyarakat biasa. Tentu ini membuka kesempatan yang sama bagi KPU dalam berupaya melakukan interaksi terhadap kalangan milenial sebagai pengguna aktif medsos itu sendiri. Menurut data yang dirilis oleh Data Reportal melalui media online suara.com bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022 lalu angka ini lebih meningkat 21 juta atau 12,6 % dibanding tahun 2021 silam. Berdasarkan data ini perlu menjadi sentuhan bagi KPU untuk terus mendorong, bersosialisasi, memberikan edukasi politik kekhalayak user dunia maya terlebih kalangan milenial yang juga pengguna smartphone dalam kesehariannya secara massif.
KPU pada semua jenjang dirasa harus membuat dan melakukan rutinitas aktifasi program podcast ini dengan mengajak kalangan milenial menjadi narasumbernya dan didampingi kalangan educator/akademisi sebagai rekan pembicara lain. Dengan mengangkat topik-topik mingguan yang menarik yang ditetapkan dan dipublikasikan oleh tim KPU. Jika ini dilakukan secara intens akan terlihat respons milenialis terhadap peduli politik ketika tayanganya sudah go public. Dorongan program semacam ini sangat perlu dikonsistensikan pada tahun 2022 hingga jelang 2024 dengan segmen kalangan milenial sebab pengguna medsos yang notabenenya ialah kalangan milenial bisa mendapatkan tambahan wawasan tentang politik itu sendiri bahwa pentingnya memilih pada tahun politik 2024 itu.
Gerakan KPU dalam meningkatkan partisipasi publik pada tahun event politik tentu harus melakukan pendekatan kedua metode yang wajib dilakukan yakni pendekatan konvensional dengan bersosialisasi dengan dialog terbuka secara langsung terhadap masyarakat hingga memasang media outdoor yang masih perlu harus dilaksanakan terutama area desa-desa yang tidak terjangkau internet agar masyarakat pelosok mengetahui akan gelaran event politik itu. Termasuk pendekatan update yang harus melakukan aktifasi media sosial seperti disinggung diatas dan itu akan menjadi support system dalam menggaet kalangan milenial utuk berpartisipasi aktif mensukseskan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024.
Pengingat untuk Kita Semua
Seorang Filsuf, Penyair Jerman, seorang Dramawan dan juga Sutradara Teater Berthold Brecht (1898 – 1956), memberikan nasehat begitu penting untuk kita renungkan bersama : “Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahir pelacur, anak telantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional yang menguras kekayaan Negeri.”
Mari kita bersama kawal, selenggarakan dengan jujur serta sukseskan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 dengan damai sebagai wujud ibadah kita kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka persembahan untuk negeri tercinta Indonesia yang diperhitungkan dunia.***
Editor: Agus Salim